• Rabu, 27 September 2023

Hukum Bersiwak Setelah Tergelincir Matahari bagi Orang yang Puasa

- Jumat, 26 Mei 2023 | 07:19 WIB
Foto ilustrasi : Bersiwak hukumnya sunah saat hendak berwudhu, membaca al quran (Halo Sehat/MetroNTB.com)
Foto ilustrasi : Bersiwak hukumnya sunah saat hendak berwudhu, membaca al quran (Halo Sehat/MetroNTB.com)

Mataram, MetroNTB.com - Hukum bersiwak setelah tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa, baik puasa sunah atau wajib adalah makruh.

Adapun hukum ersiwak setelah tergelincir matahari adalah dimakruhkan, berdasar hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

Sesungguhnya perubahan bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah daripada wanginya minyak misk (HR Bukhari No 7538).

Hadis di atas dipahami oleh Ulama bahwa perubahan mulut umumnya terjadi ketika sudah memasuki paruh waktu puasa yakni setelah tergelincirnya matahari (waktu zuhur).

Meski mulut orang puasa sudah bau, namun mereka dilarang menghilangkanya bahkan diperintah untuk membiarkan bau mulut itu tetap terjaga. Karena bau mulut orang puasa ibarat misik di sisi Allah Swt.

Selain itu, perubahan bau mulut orang yang puasa dapat menjadi saksi atas ibadah puasanya. Oleh karena itu, bersiwak dimakruhkan pada waktu tersebut hingga tiba waktu untuk berbuka.

Imam Nawawi berpendapat bahwa hukum bersiwak setelah tergelincirnya matahari tidak makruh secara mutlak. Argumentasi ini ditinjau dari segi dalil, bukan dari segi mazhab.

Dan dari segi dalil, tidak ada penyebutan makruh dalam bersiwak. Oleh karena itu, menurut beliau tidak ada waktu yang dimakruhkan untuk bersiwak bagi orang yang puasa, baik sebelum tergelincirnya matahari atau sesudahnya.

Mengenai orang yang mumsik (enggan makan minum), seperti orang yang lupa tidak berniat untuk puasa kemudian ia menahan untuk tidak makan dan minum.

Sebagian ulama menghukumi tidak ada kemakruhan karena pada hakikatnya ia tidak berpuasa. Akan tetapi, menurut kaul mu’tamad hukumnya seperti orang yang berpuasa dan dimakruhkan bersiwak setelah tergelincirnya matahari.

Pendapat yang mengatakan bahwa kemakruhan bersiwak (setelah tergelincirnya matahari) dapat hilang ketika bau mulut berubah disebabkan tidur atau selainnya, adalah pendapat yang bertentangan dengan kaul aujah.

Menurut kaul aujah, jika seseorang tidur kemudian bangun, atau makan karena lupa kemudian ingat, maka tetap makruh bersiwak.

Meskipun terdapat perkara yang mendorong untuk melakukan bersiwak, yaitu berubahnya bau mulut sebab perkara lain, tetapi illat khuluf atau alasan hukum berdasar perubahan bau mulut  sebagai pencegah atau mani’ diperbolehkannya bersiwak tetap didahulukan.

Editor: Lalu Suparman Ambakti

Sumber: Kitab Mu'tabarah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Manusia Sebagai Khalifah yang Cerdas

Rabu, 27 September 2023 | 21:47 WIB

Tahapan Laporan Amal Ibadah Hamba kepada Allah

Jumat, 8 September 2023 | 11:57 WIB

4 Perkara yang Membatalkan Wudhu

Jumat, 8 September 2023 | 11:10 WIB

Syarat Sah Wudhu, Simak Selangkapnya Disini!

Jumat, 8 September 2023 | 11:01 WIB

Macam Macam Bid'ah Menurut Para Ulama

Jumat, 8 September 2023 | 10:24 WIB

Kapan Malaikat akan Mati?

Jumat, 8 September 2023 | 10:02 WIB

Siapa Malaikat Paling Utama? Ini Pendapat Para Ulama

Jumat, 8 September 2023 | 09:22 WIB

Penjelasan Bid'ah Menurut Ahlussunnah Waljamaah

Jumat, 8 September 2023 | 09:16 WIB

Pengertian Bid'ah Menurut Sejumlah Ulama

Jumat, 8 September 2023 | 09:09 WIB

Tingkatan Keimanan Menurut Imam Nawawi

Kamis, 7 September 2023 | 19:19 WIB

Syarat Beristinja dengan Batu

Kamis, 7 September 2023 | 18:09 WIB

Perbuatan yang Wajibkan Mandi dan Rukun Mandi

Kamis, 7 September 2023 | 17:31 WIB

Pengertian Iman Menurut Bahasa dan Syara

Kamis, 7 September 2023 | 15:54 WIB

Apakah Makna Cinta Allah? Simak Penjelasan para Ulama

Kamis, 7 September 2023 | 14:25 WIB

Tanda-tanda Baligh Bagi Laki-laki dan Perempuan

Kamis, 7 September 2023 | 13:48 WIB

Rukun Islam dan Rukun Iman

Kamis, 7 September 2023 | 13:05 WIB
X